Text
Mengenal Situs Sangiran : Kehidupan Purba di Indonesia
Melalui serangkaian penemuan dan penelitian sejak pertama kali dilakukan tahun 1898 oleh Eugene Dubois di Lembah Sungai Bengawan Solo, nama Sangiran terus melambung dan dikenal di seluruh dunia. Beragam bentuk fosil dari berbagai jenis makhluk hidup bisa menjelaskan kehidupan purba yang telah berlangsung jutaan tahun yang silam. Kesadaran itubaru terhentak ketika kita mendengar meninggalnya Prof. Dr. Teuku Jacob. Wafatnya Prof. Dr. Teuku Jacob pada tahun 2007 bisa jadi merupakan pukulan bagi kita semua. Mantan rektor Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu memang merupakan satu-satunya ahli antropologi ragawi sekaligus seorang pakar paleoantropologi yang dimiliki bangsa Indonesia. Namanya mulai berkibar saat berhasil menemukan salah satu fosil yang bernama Pithecanthropus erectus. Fosilini diduga merupakan jawaban dari missing link mata rantai kehidupan manusia purba. Selain itu, nama Teuku Jacob tidak bisa dipisahkan dari kontroversi penemuan manusia kerdil dari Flores pada tahun 2004. Secara gigih dan penuh integritas, Teuku Jacob menangkis pendapat dua ilmuwan Australia yang mengatakan bahwa Homo floresiensis merupakan spesies baru manusia purba.Terlepas dari hal di atas, Sangiran memang benar-benar merupakan aset bagi kita dan dunia untuk menyingkap tabir kehidupan manusia purba. Hal itu didukung dengan kondisi geologis, geografis, ekologi, dan aspek penemuannya yang fenomenal.
P7002569.9 WAH m | 564.9 WAH m | My Library (500-599) | Tersedia |
P7001564.9 WAH m | 564.9 WAH m | My Library (500-599) | Tersedia |
P7001569.9 WAH m | 564.9 WAH m | My Library (500-599) | Tersedia |
P7002564.9 WAH m | 564.9 WAH m | My Library (500-599) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain